“Apakah kamu masih belum bisa membuka
hati?” tanya Reihan sekali lagi.
Dan hatiku kembali meragu. Untuk yang
kesekian kalinya, ia ungkapkan rasa itu, namun aku belum juga memberinya
jawaban. Aku tak mampu menjawab antara menolak ataukah menerima cintanya.
Aku tak ingin menerima karena hati ini
masih meragu, dan aku tak pula ingin menolaknya karena jauh di dasar lubuk
hatiku, aku meginginkannya. Namun aku juga tak mampu jika harus membuatnya
menunggu. Butuh berapa banyak waktu lagi? Dan apakah Reihan akan masih tetap
setia menungguku sampai kumantapkan hati.
“Aku bukannya tak mampu membuka hati,
hanya saja aku masih belum yakin akan perasaanku,” aku menjawab dengan hati
sembilu.
“Tak apa, aku masih akan tetap menunggumu,
sampai kamu membuka hati untukku,” balas Reihan.
Mendengar kata-kata itu, beban batinku
semakin bertambah.aku merasa sangat bersalah pada Reihan. Begitukah ia inginkan
aku?
Semoga saja petunjuk itu secepatnya datang
padaku.
♫
Satu bulan kemudian Reihan
kembali menemuiku, untuk menanyakan hal yang sama sekali lagi.
Dan aku masih belum juga menemukan
jawaban. Mengapa hati ini tetap saja meragu? Mengapa keyakinan itu tak kunjung
juga datang. Apakah mungkin dia bukan yang terbaik untukku? Sehingga hatiku
terus saja meragu? Aku tak tahu apa yang harus aku katakan. Sungguh aku tak
tahu.
“Apakah kamu masih belum menemukan
jawaban?” raut muka Reihan menyiratkah berjuta kecewa.
Mataku tertunduk, tak sanggup menatap wajahnya.
Tak ingin lagi ku katakan hal yang sama, namun apa daya. Aku tak mempunyai
jawaban lain selain”belum”.
“Belum,” aku tak berdaya mengucapkan
kata lain selain kata “belum”.
Terdengar Reihan menarik nafas lelah.
“Aku akan bersedia menunggu sampai kapanpun
kamu bersedia memberi jawaban. Yang ku inginkan hanya tahu, apakah kamu
memiliki perasaan terhadapku?” tanya Reihan.”Jika kamu tak mau menjawab,
setidaknya beri aku satu kepastian, untuk bekal menunggumu.”
Mataku terbelalak seketika. Ku pejamkan
mataku, meresapi dinginnya malam, mencoba mencari celah. Namun tetap saja tiada
guna, tetap gelap tanpa cahaya.
Dan tanpa kusadari, air mataku terasa
menetes dikedua belah pipiku. Seolah bicara, itulah jawabannya. Hatiku menangis,
selalu menangis meminta kepastian. Sejujurnya aku ingin Reihan selalu ada di
sampingku, aku ingin dia menemaniku, dan mungkin aku tak sanggup jika harus
berpisah dengannya. Tapi juga belum siap untuk menerima cintanya, aku serasa
jadi dilema.
Ingin memiliki namun meragu untuk menerima,
dan di saat terbayang perpisahan aku juga tak sanggup melepaskan. Sungguh
merupakan suatu dilema.
Reihan tampak terkejut melihat
reaksiku.”Kenapa menangis? Aku tidak memaksamu, aku kan hanya meminta jawaban. Jika masih tak
ingin menjawab sekarang, aku masih bersedia menunggu,” Reihan menghibur.
Kugelengkan kepalaku
kuat-kuat.”Sejujurnya aku ingin kau menemaniku, berada disampingku, tapi ketika
aku ingin mengatakan menerimamu, samar kudengar suara hatiku menolak, aku tak
tahu mengapa. Dan kuharap kau masih mau menunggu.”
Reihan tersenyum hangat. Senyumnya itu
terasa mendamaikan jiwa, membuat air mataku tak terbendung.
“Aku masih akan tetap menunggu, sampai
kamu siap memberikan jawaban,” ujar Reihan menenangkan.
Kelegaan kini kurasakan
♫
Walaupun selama seminggu
belakangan ini Reihan tak pernah absen menemuiku, aku merasakan ada keanehan
yang ku tangkap dari sinar matanya. Dia tak seceria hari-hari sebelumnya.
Hatiku khawatir, mungkinkan ia mulai letih menungguku?
Rasa penasaran, membuatku untuk
menanyakannya.
“Apa kau ada masalah? Belakangan ini
kulihat kau selalu merenung?” tanyaku.
Reihan menggelengkan
kepalanya.”Tidak-tidak ada.”
Tersirat satu kebohongan, tapi aku tak
lagi berkeinginan bertanya. Mungkin saja itu karena aku yang tak kunjung juga
memberikan jawaban.
♫
Namun ternyata dugaanku salah,
Reihan merenung bukan karena tak kunjung mendapat jawaban dariku, tapi karena
ada urusan lain. Ia akan pindah bersama keluarganya ke luar negeri, dan mungkin
akan kembali dalam waktu yang sangat lama. Artinya ia juga tak akan sering
menemuiku. Sebelum kepergiannya, Reihan kembali menemuiku.
“Ini adalah pertanyaanku yang terakhir
kali, setelah ini aku tak akan ada lagi disini, dan tak akan lagi menemanimu.
Jadi kumohon jawablah sekarang.Aku tak ingin pergi dengan hati bimbang…”
Amarah dan kesedihan, bercampur menjadi
satu. Aku marah karena sebelumnya, Reihan tak pernah menceritakan ini, dan aku
sedih karena harus berpisah dengan Reihan. Aku tak ingin menyakitinya dengan
penolakan, aku menginginkannya namun tak mampu menerima. Aku benar-benar jadi
dilemma. Ku takut akan merindu saat ku tidak di dekatnya. Apa yang harus aku
lakukan? Haruskah ku menerima cinta yang masih menjadi dilema?
“Jika kamu menerimaku, orang tuaku
mengijinkanku untuk tetap tinggal di sini, namun jika kau tidak juga memberikan
jawaban, aku akan tetap menunggumu di tempat yang jauh sana ….” Suara Reihan kembali terdengar.
Mataku terpejam, seiring air mata
mengalir.”Aku masih belum bisa memberi jawaban,” jawabku sama seperti
jawaban-jawaban sebelumnya.
Reihan tersenyum pahit.”Kalau begitu aku
akan tetap menunggumu di tempat yang jauh sana ,
semoga jika ada waktu serta umur panjang, kita dapat bertemu. Dan di saat itu
kamu siap memberikan jawaban.
Dan inilah akhir cerita itu. Dia di sudut
sana dan aku di sini. Tak pernah sekalipun ada kontak diantara kami. Masihkah
ia menungguku dari tempat yang jauh disana?
♫ TAMAT ♫
Written by: Muse
This story was written in order to fulfill the task from Indonesian Language subject when I was in Senior High School. I wrote this for my friend.
1 komentar:
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Posting Komentar