Feeds RSS

Senin, 27 Agustus 2012

Bunga Keabadian

*Ini adalah cerpen pertamaku yang dimuat di majalah sekolah SMAN 2 Malang Sketsa Vol 6 November 2006. Walaupun masih cupu tulisannya tapi berkat cerpen yang dimuat ini memberikan semangat buatku dan memberanikanku untuk terus bermimpi menjadi penulis.


Aku melihat bunga di halaman rumahku tampak layu. Hari ini aku mendengar sebuah kabar baik dn kabar buruk. Kabar baiknya aku naik kelas, kabar buruknya aku harus berpisah dengan Chika dan Vinny. Mereka tetap satu kelas, sedangkan aku di kelas yang berbeda dengan mereka. Jujur saja aku merasa tersisih, walaupun mereka berkali-kali mengatakan perbedaan kelas tak jadi masalah, kami tetap bersahabat. Namun tetap saja aku kecewa. Dalam hatiku bertanya-tanya kenapa harus aku yang terpisah sendiri.

Aku teringat kata sebuah pepatah, setiap awal pasti ada akhir. Ibaat bunga, dapat tumbuh mekar, dapat pula layu. Saat mekar keindahan warnanya senantiasa mewarnai dunia, tapi saat layu, warna itu hanya tinggal abu. Aku pun juga bertanya-tanya mengapa tak ada bunga yang akan selamanya mekar dan kenapa pula harus layu? Sama halnya seperti persahabatanky dengan Chika dan Vinny. Saat ini aku baru merasakan mekarnya bunga yang penuh suka cita, namun apakah bunga akan tetap layu? Yang pada akhirnya persahabatanku dengan Vinny dan Chika akan berakhir juga hanya karena perbedaan kelas?

Kubuang jauh pikiranku yang terlalu kekanak-kanakan! Aku percaya kalau mereka tak akan pernah meninggalkanku. Ternyata ada juga bunga yang mendapat julukan 'bunga keabadian' yaitu edelweiss, lambang persahabatan yang abadi pula. Namun, bunga edelweiss hanya tumbuh di puncak Gunung, untuk mencarinya pun juga sulit, sama seperti sahabat sejati yang sulit dicari, tapi sekali menemukannya dia akan menjadi warna yang abadi dalam kehidupanmu.

Ternyata diantara Vinny dan Chika, mereka punya banyak sekali kesamaan. Sedangkan denganku aku lebih punya banyak perbedaan daripada kesamaan. Salah satunya perbedaan kelas. Perbedaan lainnya tentang cowok. Bagi mereka sangatlah mudah untuk mendapatkan cowok, kalau sekarang mereka lagi jomblo, itu artinya cowok-cowok yang nembak mereka, mereka tolak semua, da jadilah dua orang jomblowati. Sedangkan aku untuk mendapatkan satu cowok saja sulitnya minta ampun. Dari balita sampe dewasa tak ada yang nembak sama sekali, kurang malang apa coba nasibku?

Sedangkan Vinny sudah jadian dua kali dan Chika sudah jadian satu kali tapi yang nembak mereka bejibun-jibun. Nah aku, sudah ga pernah pacaran, ga ada yang nembak lagi, benar-benar pemecah rekor jomblo sejati.

Kalau dibandingkan dengan mereka tampangku bisa dibilang paling jelek. Mereka ditakdirkan terlahir dengan paras wajah yang secantik bidadari. Kecantikan mereka mampu membuat semua cowok di seluruh dunia bertekuk lutut. Aku juga ingin menjadi seperti mereka, dikagumi banyak cowok, menjadi pujaan, tapi itu semua hanya mimpi yang hanya ada dalam dunia semu. Lagipula aku harus ngaca dulu sebelum bermimpi menjadi bidadari.

Terkadang kesamaan diantara mereka membuatku iri. Tapi hal itu tak menjadi masalah kami. Bukankah sahabat yang baik adalah sahabat yang mau menerima apa adanya? Sempat terpikir olehku persahabatan kami nantinya seperti bunga yang akan layu dikarenakan banyak sekali perbedaan antara aku dan mereka.

Setiap minggu kami biasanya jalan-jalan ke mal, nonton, makan, hitung-hitung menikmati kejombloan. Siapa bilang jomblo itu ga enak? Tapi akhir-akhir minggu ini, jarang sekali aku jalan-jalan bareng mereka. Terakhir kami jalan bareng waktu ultah Chika. Mereka jadi lebih dekat dengan Koko dan Adit. Koko menaksir Vinny, sedangkan Adit naksir Chika.Dan aku hanya ditaksir angin.

Waktu istirahat kami melakukan kegiatan rutinitas, nongkrong di kantin. Cewek kalo lagi ngumpul ya ngegosip! kebetulan sekali hari ini hari Sabtu, waktu buat nyusun planning buat besok.

"Bsok rencananya Koko akan ngajak aku jalan-jalan. Gimana? Kamu mau ikut?" tanya Vinny padaku penuh ceria.

"Ya tentu saja aku ikut. daripada di rumah saja. Nggak seru!" jawabku penuh semangat.

"Tapi besok rencananya Adit jugaakan ngajak aku," sahut Chika.

Aku terdiam sejenak, kalau besok aku ikut, acaranya bukan menyenangkan hati tapi menyeramkan. Vinny pasti sibuk ngobrol dengan Koko, begitu juga dengan Chika yang pasti sibuk ngobrol dengan Adit dan aku harus sibuk ngobrol dengan angin gitu? Dengan mempertimbangkan segala kemungkinan, akhirnya aku mengambil kepuusan 'NGGAK IKUT'. Kalau saja aku bisa berevo;usi saat itu juga akan kuubah diriku menjadi seorang bidadari yang sesanantiasa memancarkan cahaya kecantikan yang membuat cowok pada kena pelet akan pesona kecantikanku. Ngayal dikit kan ga apa-apa.

Seiring berjalannya waktu aku semakin jarang sekali jalan-jalan setiap minggu bersama Chika dan Vinny. Mereka malah sering jalan-jalan setiap minggu bersama Adit dan Koko yang memaksaku tinggal di rumah. Padahal bagiku rumah adalah tempat yang membosankan. Hal itu tak membuatku berkecil hati karena di sekolah kami masih kemana-mana bersama-sama.

Hari demi hari cerita-cerita tentang Koko dan Adit serasa menjadi makanan sehari-hari. Bosan aku sudah tentu. Apakah tak ada cerita lain selain Koko dan Adit. Setiap detik, menit, bahkan jam selalu Koko dan Adit. Cerita tentang Koko dan Adit tidak membuatku senang malah pengen aku tonjok satu-satu, sebab karena merekalah aku jadi jarang maen bareng Vinny dan Chika. Aku dendam banget sama Koko dan Adit!Kalau ketemu ingin saja kubunuh mereka! Kelihatan sadis tapi bagiku itu yang terbaik.

***

Cerita Koko dan Adit rupanya sedikit pudar di minggu belakangan ini, aku sudah sangat bersyukur, sebab kalau aku dengar nama Adit dan Koko, tangan ini sudah gatel ingin membunuh dua cowok itu.

"Aku dan Koko jadian," kabar itu melesat begitu saja dari mulut Vinny."Lama-lama kalau dipikir-pikir jomblo itu ga enak! Kesepian!"

Aku sih setuju sama ucapa Vinny kalau ngejomblo lama-lama itu ga enak! Kesepian! Tapi berhubung ga ada cowok yang naksir aku, mau ga mau harus jomblo. Ternyata dugaanku salah kalau aku menganggap cerita tentang Koko itusedikit pudar. Mendengar kabar itu rasanya mau mati tak kunjung mati, mau hidup pengen mati. Harapan kalau cerita tentang Koko tak akan terdengar lagi, pudar sudah. Pasti hari-hari akan penuh dengan Koko! Koko! Koko! yang ingin kubunuh.

"Aku dan Adit juga jadian," kabar yang tak mengenakkan kembali terdengar dari mulut Chika. Bukannya aku tak senang mereka jadian, aku senang kalau mereka senang, Tapi aku takut kalau mereka punya cowok, waktu mereka tak akan ada di hari Minggu. Belum jadi pacar saja, mereka tak punya waktu untukku, apalagi kalau sudah jadi pacar. Lagipula sebagai makhluk yang menunjung tinggi LPBT (Larangan Pacaran di bawah Tujuh Belas Tahun) sebuah organisasi yang kukarang sendiri sangat melarang keras pacaran di bawah 17 tahun karena bertentangan dengan norma agama, betul ga?

Yang selama ini kukhawatirkan memang terjadi, aku tak pernah lagi jalan bareng Vinny dan Chika di hari Minggu. Mereka sering sekali bercerita atau ngobrolin hal-hal yang tak kumengerti. Aku sendiri heran, kenapa hal itu harus terjadi? Hatiku kembali bimbang, benarkah persahabatan ini seperti Edelweiss 'bunga keabadian' atau sebagai bunga yang hanya mekar untuk layu? Aku berharap kalau Vinny dan Koko cepet putus, begitu juga dengan Chika dan Adit.Walaupun memang aku terlalu jahat, tapi itulah satu-satunya cara agar Vinny dan Chika punya waktu lagi buatku. Toh kalaupun putus nantinya juga akan nikah kalau jodoh.

Di hari Minggu tepat di ulang tahun Vinny. Vinny sibuk mengurusi nge-datenya yang entah keberapa kali. Seperti biasa Vinny akan mentraktir aku dan Chika (rencana jauh sebelum Vinny jadian sama Koko). Tapi sejak jadian malah Chika, Koko, dan Adit yang ditraktir, sedangkan Vinny berjanji akan mentraktirku di hari Jum'at. Kurang buruk apa coba nasibku? Kalau saja Koko dan Adit sudah kubunuh sejak awal, pasti kami akan merayakan ulang tahun Chika.

Aku sudah cukup bersabar menghadapi tingkah mereka yang selalu menceritakan Koko dan Adit. Dan aku juga cukup bersabar telah menerima perlakuan yang jelas-jelas tidak adil. Padahal dalam hatiku ingin berteriak 'KAPAN KALIAN PUNYA WAKTU UNTUKKU?" tapi hal itu tak kulakukan sekarang karena aku masih bersabar.

Sekarang nasibku lebih buruk lagi, pada saat istirahat, aku jadi jarang main bareng mereka lagi, mereka juga jarang ke kelasku, paling-paling kita main bersama saat istirahat pertama atau istirahat kedua saja. Banyak kemungkinan yang membuat mereka jadi seperti itu. Pertama disebabkan oleh Koko dan Adit. Dua manusia yang sudah lama ingin kubunuh karena kasus PPKI (Penyebab Perlakuan Ketidak Adilan) ini juga kasus yang kukarang sendiri sebagai makhluk yang menjunjung tinggi hukum. Kedua karena jam istirahat antara kelasku dan kelas mereka berubah-ubah disebabkan guru masing-masing. Ketiga karena Vinny dan Chika kelihatan akrab dengan Rinda dan Ana (anak yang menyandang gelar buruk seantero sekolah) dan kalau boleh jujur aku tak suka dengan mereka.

Haru Jum'at telah tiba. Vinny melupakan janjinya untuk menraktirku. Selama 2 Minggu terakhir ini aku jarang banget main bareng mereka lagi, paling-paling hanya seminggu 2 atau 3 kali, main bareng. Dan kuperhatikan memang Vinny dan Chika jadi dekat dengan Rinda dan Ana. Banyak fakta yang membuktikan. Setiap kali bertemu Vinny dan Chika entah di kantin, di kopsis, di mana saja, selalu ada Rinda dan Ana.Dulu sebelum Vinny dan Chika akrab dengan Rinda dan Ana, jika kami bertemu di kantin kami sudah langsung jalan bareng, tapi sekarang kita hanya saling bertegur sapa saja. Ada apa dengan mereka? Atau jangan-jangan mereka tahu isi hatiku kalau aku sangat ingin membunuh kedua pacar mereka. Tapi dengan menjauhnya mereka, kupikir itu hanya perasaanku saja. Lagian aku juga masih punya teman di kelasku Dian dan Nita yang lebih menyenangkan dari mereka.

"Hari ini aku nggak bisa bareng kamu soalnya aku mau mengerjakan tugas membuat poster di rumah Rinda. Kamu nggak keberatan kan?" ujar Vinny entah sungguh-sungguh atau alasan.

"Nggak apa-apa, ya sudah aku pulang duluan ya?" kataku tak jujur. Kalau boleh jujur sebenarnya aku kecewa karena Vinny sama sekali tak menyinggung tentang traktiran yang seminggu lalu ia janjikan kepadaku, malah ia mau main ke rumah Rinda, walau alasannya ngerjain poster atau bisa saja itu alasan karena Vinny tak mau mentraktirku. Tapi kubuang jauh-jauh pikiranku itu dan aku mencoba berpikiran positif dengan begitu kemarahanku bisa sedikit terobati. Kalaupun benar ingin mengerjakan poster setidaknya bilang besok saja traktirannya. Aku maklum kalau Vinny pelupa, jadi bisa saja dia lupa.

Hrapanku kandas untuk menerima traktiran di hari Sabtu karena Chika, Rinda, Ana akan pergi jalan-jalan. Yang paling sadis mereka tak mengajakku. Marah sudah jelas. Tapi aku berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum di hadapan mereka. Aku tak ingin dibilang munafik, tapi aku harus bagaimana?

Selama ini Vinny ke sekolah memakai sepeda motor, jadi khayal kalau jalan-jalan boncengan bertiga, Rinda pun demikian. Aku juga bisa bawa motor ke sekolah. Masalahnya papaku melarang anak yang usianya 17 tahun untuk mengendarai motor dikarenakan belum punya SIM. Nyebelin kan? Vinny juga belum punya SIM tapi diijinkan. Orang tua tak bersahabat! Dan yang paling membuatku heran, mengapa Vinny selalu memilih Chika bukan aku? Hal itu tidak terjadi satu atau dua kali, tapi sering, setiap kali ingin keluar yang diajak selalu Chika. Kemana-mana selalu bersama Chika. Sebenarnya aku penasaran, kenapa harus Chika? Memangnya apa salahnya mengajakku walau hanya sekali?

Di hari Senin, alasan yang sama juga diutarakan Vinny. Mereka ingin jalan-jalan lagi, siapa lagi kalau bukan Vinny, Chika, Rinda, dan Ana. Hal yang sama juga terjadi keesokan dan keesokan harinya lagi. Aku tak tahu hal itu nyata atau cuma alasan Vinny karena ga mau nebengin aku.

Sekarang di Sekolah aku tak pernah lagi main bareng Vinny dan Chika. Ke kantin pun aku selalu sama Dina dan Nita. Setiap kali bertemu Vinny dan Chika di kantin, selalu bersama Rinda dan Ana. Vinny pernah bilang padaku kalau Rinda dan Ana tak seburuk yang mereka pikir. Aku bingung aku harus percaya pada siapa? Kepada diriku sendiri atau kepada Vinny?

Lambatlaun aku merasa ada yang berubah di dalam diri Vinny maupun Chika. Aku merasa Vnny dan Chika menjauhiku. Walau awalnya aku bingung, tapi sekarang aku tahu. Vinny dan Chika bilang kalau Rinda dan Ana itu baik karena Vinny dan Chika bukan lagi dirinya sendiri.Mereka telah berubah 180 derajat. Kini mereka jauh dariku, ternyata bukan perasaanku saja tapi kenyataan.

Dengan mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya aku putuskan untuk menjauh dari mereka, aku sadar aku terletak tidak pada tempatnya. Mereka suka apa yang tak kusuka, mereka punya apa yang tak kupunya. Seharusnya aku menyadarinya sejak awal. Rasanya sangat berat saat melihat mereka tertawa-tawa bersama Rinda dan Ana, sadisnya aku tak berada diantara mereka. Aku sadar diantara kami terdapat perbedaan yang tak pernah bisa disamakan.

Ternyata benar dugaanku semula, kalau persahabatan kami hanya indah pada saat bunga mekar saja dan pahit saat bunga layu. Kini tak ada lagi hari-hari seperti dulu. Hari yang penuh keindahan warna. Ternyata benar kata pepatah setiap ada awal selalu ada akhir dan inilah akhir dari segalanya. Bunga benar-benar layu dan musnah. Sekarang aku tak lagi menyalahkan Koko dan Adit. Untuk Rinda dan Ana aku tak tahu harus menyalahkan mereka atau memaafkan mereka. Dari semua ini aku tahu satu hal bahwa di dunia ini seseorang tak selamanya menjadi dirinya sendiri. Orang bisa berubah hanya waktu satu detik. Atau mereka punya teman baru lalu mereka melupakan teman lama?

Kesedihanku pulih saat aku sadar bahwa tak hanya Vinny dan Chika orang yang terpenting dalam hidupku. Ternyata di sekitarku masih banyak orang yang lebih menghargaiku, serta dapat membuatku lebih bahagia. Bunga telah mekar, hidup baruku telah kumulai. Itu adalah awal persahabatanku dengan Dina dan Nita. Akupun yakin kalau suatu saat bunga akan layu yang artinya persahabatanku akan berakhir, entah besok atau beberapa tahun lagi hanya Tuhan yang tahu. Dan bila waktu itu tiba aku ingin persahabatanku berakhir  dengan indah, tidak seperti ini. Apabila semua telah berakhir yang kuinginkan adalah kutemukan kembali sahabat yang lebih baik hingga suatu saat kutemukan sahabat sejati yang selalu menjadi dirinya sendiri.

Apabila bunga telah layu yang kuinginkan hanyalah
Kuemukan kembali bunga yang mekar yang lebih indah
Hingga suatu saat nanti kutemukan bunga edelweiss 'Bunga Keabadian'
Yag sealu memberi warna dalam
'KEHIDUPANKU'
Dan apabila bnga itu tak kunjung
Layu, berarti aku telah menemukan bunga Edelweiss 'Bunga Keabadian'
yang berarti telah kutemukan
SAHABAT SEJATI


Dedicated to: My friends who leave me. I hope you read this and know how it feels to be leaved.
original written by: Muse
        

1 komentar:

cici mengatakan...

Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny

Posting Komentar