Feeds RSS

Minggu, 26 Agustus 2012

Menulis novel jilid 1

Membuat novel memang sudah pasti akan membutuhkan energi dan waktu yang lebih banyak dibandingkan membuat tulisan pendek seperti cerpen atau artikel. Secara garis besar yang perlu dilakukan dalam menulis novel – atau buku – adalah:

* Langkah pertama: mencari/mendapatkan ide
* Langkah kedua: ide dikembangkan menjadi sinopsis. Di tahap ini kita juga sudah harus menentukan karakteristik para tokohnya.
* Langkah ketiga: sinopsis dikembangkan menjadi storyline
* Langkah keempat: storyline dikembangkan menjadi draft awal
* Langkah kelima: draft awal disempurnakan untuk menjadi draft akhir
Berikut ini adalah contoh lima langkah tersebut yang diambil dari postingan-postingan milis menulisnovel@yahoogroups.com:

I. Ide:
Seorang guru naksir muridnya sendiri. Namun, celakanya, muridnya yang juga bunga sekolah itu juga ditaksir oleh teman sekelasnya. Guru pun harus bersaing ‘dingin’ dengan sang siswa. Konflik bermunculan: pantaskah guru fall in love dengan anak didiknya? Bagaimanakah model persaingan antara guru-murid karena rebutan cewe? Bagaimana jika hal itu ketahuan staff guru yang lain? Dalam persaingan ‘dingin’ itu, harga dirinya sebagai guru dipertaruhkan. Yang manakah akan dipilih: Posisi dan harga dirinya sebagai guru, atau, cintanya terhadap si bunga sekolah yang ternyata diam-diam juga memendam perasaan padanya.

II. Sinopsis: Ide diatas dibuat menjadi alur cerita 3 babak (tidak baku dan bisa dibuat beberapa babak). Babak I adalah perkenalan tokoh dan latar belakang, Babak II adalah muncul dan meningkatnya konflik, Babak III konflik memuncak dan berakhir.

Contoh :

BABAK – 1
Latar Belakang

————–TAHUN 2003—————-
Kelas 3 pada SMA naungan sebuah Yayasan Pendidikan di salah satu kota menerima seorang siswi baru pindahan dari kota lain. Syahda Rinaia, demikian nama siswi itu (deskripsi : 17 tahun, kelas 3, anak orang berada, cantik, cerdas, ceria, supel, ekspresif, semampai, bermata indah, berlesung pipi, penikmat sastra dan suka menulis puisi). Kehadiran dara manis ini membuat para cowok dikelas itu berlomba untuk menarik perhatiannya demi meraih cintanya.

Begitu juga halnya Arjun Sambudi, (deskripsi : 18 tahun, kelas 3, keren, atletis, ngetop di sekolah karena prestasinya di bidang olahraga, anak salah seorang donatur Yayasan), tak ketinggalan berupaya untuk mendapatkan cintanya Syahda. Dengan “modal” yang dimilikinya, tak membutuhkan waktu yang lama bagi Arjun untuk mendapatkan cinta Syahda. Singkat cerita, Arjun dan Syahda sudah menjadi sepasang kekasih. Diam-diam ternyata salah satu dari guru yang baru 9 bulan mengajar, Aksoro Pinandito (deskripsi: 27 tahun, baby face, penyendiri, introvert, sabar, bersifat dewasa, berdedikasi, lulusan Sastra Inggris UGM, dari keluarga sederhana, orang tuanya petani di desa), juga terpesona dan sering mengimpikan Syahda, tapi tidak terlalu berharap banyak, karena sadar dirinya orang biasa saja.

Awal Konflik

Pak Akso, demikian panggilan bagi guru sastra itu, kerapkali menulis puisi di majalah dan suratkabar lokal, dengan memakai nama samaran Pulungsari. Suatu hari, salah satu puisi yang ditulisnya di suratkabar lokal merupakan ekspresi perasaan hatinya pada gadis idamannya itu. Puisi itu berjudul Gerimis nan Indah adalah personifikasi dari nama Syahda Rinaia, gadis impiannya sekaligus muridnya sendiri. Syahda yang memiliki hobi mengoleksi puisi-puisi indah kebetulan membacanya juga. Gadis itu sangat terpukau dengan gaya puisi-puisi yang sering ditulis oleh penyair ini, sehingga dia tidak sabar menantikan puisi-puisi baru disetiap minggunya. Kemudian Syahda memberanikan diri untuk menyurati penyair ini untuk berkenalan dan belajar menulis puisi darinya. Hubungan lewat surat-menyurat ini mulai berlangsung secara intensif.

Sangat berbeda dari sifatnya sehari-hari, lewat surat Pak Akso sangat romantis dan lebih berani mengutarakan perasaannya pada Syahda walaupun belum menunjukkan jatidiri dia yang sebenarnya. Akhirlah tumbuh suasana mesra diantara mereka walaupun belum pernah ketemu. Arjun, sebagai kekasih Syahda, tidak tahu akan hal ini.
Hubungan Syahda dengan Arjun mulai renggang, karena sifat Arjun yang egois, sombong dan beberapa sifat lainnya yang tidak disukai Syahda. Syahda pelan-pelan menjauhi Arjun.

BABAK – 2
PERKEMBANGAN KONFLIK

Suatu waktu, Pak Akso sakit cacar yang membutuhkan perawatan di rumah sakit sehingga untuk beberapa waktu tidak ada puisi baru yang ditulisnya. Syahda yang sudah kecanduan dan merindukan puisi-puisinya, menanyakan langsung kabar dari penyair ini kepada staf redaksi koran dimana puisinya sering dimuat.

Dengan kegigihannya untuk mendapatkan informasi, akhirnya Syahda menemukan Pak Akso yang masih berbaring di rumah sakit.

Disinilah Syahda terkejut dan tahu siapa sebenarnya penyair yang dia dambakan selama ini.
Pak Akso pada awalnya menyangkal, tapi Syahda dengan jujur mengakui perasaan cinta itu. Akhirnya Pak Akso mengakui perasaannya yang sebenarnya dan langsung disambut oleh Syahda dengan sukacita.

Pak Akso mulai sehat dan kembali mengajar. Di sekolah mereka berdua merahasiakan hubungannya. Walaupun dirahasiakan, di kelas tak dapat disangkal perhatian Pak Akso terhadap Syahda memang sedikit lebih dibandingkan perhatiannya terhadap siswa-siswa lainnya. Syahda juga kelihatan senang atas perhatian sang guru ini. Syahda lebih sering terlihat bersama Pak Akso untuk belajar membuat puisi dan mengkajinya. Siswa lainnya sudah mulai tahu dengan perkembangan ini. Banyak cowok di kelas itu mulai tidak suka pada Pak Akso.

Arjun yang ternyata masih menyimpan rasa kepada Syahda mulai terbakar api cemburu dan mulai memupuk dendam pada Pak Akso.

BABAK – 3
KLIMAKS

Arjun dan kelompoknya merencanakan plot licik untuk mencelakakan Pak Akso. Beberapa kali rencana dilaksanakan, dari mengendorkan baut-baut di motor Pak Akso agar terjadi kecelakaan tapi Alhamdulilah masih selamat sampai menyebarkan fitnah yang keji bahwa Pak Akso bisa diterima jadi guru di sekolah itu karena menyogok sejumlah uang, dan sampai sekarangpun sogokannya itu belum lunas dengan memotong sebagian dari gajinya. Walaupun dianiaya oleh muridnya sendiri, namun Pak Akso tetap bersabar, karena dia tahu Arjun adalah anak Pak Tirto Sambudi, orang berpengaruh di Yayasan tempat dia bekerja.

Suatu ketika, kejahatan Arjun sudah kelewat batas. Selagi belajar di kelas, Arjun membuat ulah yang memancing kemarahan Pak Akso. Pak Akso menegurnya dengan sopan, tapi Arjun malah menantang dengan menyebutnya “anak desa penggembala kerbau yang sok belagu”. Pak Akso khilaf dari kesabarannya dan memegang Arjun, sehingga hampirlah terjadi perkelahian diantara mereka, tapi sempat dipisahkan oleh murid-murid lainnya.

Dendam Arjun tidak cukup sampai disitu saja. Sewaktu Pak Akso pulang dari sekolah melewati sebuah gang, tiba-tiba Pak Akso dihadang oleh 4 orang pemuda berandalan, suruhannya Arjun dan disanalah Pak Akso dihajar habis-habisan. Pak Akso babak belur dan biru lebam, untung saja sempat dibantu oleh penduduk setempat dan dibawa ke rumah sakit.
Malang benar nasib Pak Akso, sudah jatuh ditimpa tangga pula. Pak Akso dipecat oleh Kepala Sekolah atas perintah pemilik Yayasan, dengan alasan mengajak muridnya sendiri berkelahi. Ini jelas dari usahanya Arjun yang menghasut orang tuanya dan rekan-rekan orang tuanya untuk “menghabisi” Pak Akso.

Orang tuanya Syahda juga dipanggil, diberitahu bahwa anak gadisnya selama ini ada hubungan rahasia dengan guru yang baru dipecat itu. Orang tua Syahda memperingatkan anaknya jangan lagi berhubungan dengan guru itu.

ANTIKLIMAKS

Kedua orang tuanya di desa sedih dan pergi ke kota menjenguk Pak Akso. Karena sudah dipecat, dan tidak ada kerja lagi, Pak Akso memenuhi keinginan orang tuanya untuk kembali ke desa untuk memulihkan fisik dan mentalnya yang mulai rapuh. Syahda sedih sepeninggal Pak Akso ke desa, tapi dia juga tidak berani menentang kehendak orang tuanya. Singkat cerita kelulusan sekolah sudah sampai. Syahda tetap menolak ajakan untuk kembali yang ditawarkan Arjun Hatinya sudah tertutup bagi Arjun.
Syahda akan dikirim oleh orang tuanya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Sebelum berangkat, Syahda sempat menyurati Pak Akso di desa. Dalam suratnya, Syahda minta doanya Pak Akso, agar cita-citanya berhasil dan dia juga mendoakan Pak Akso agar tabah dan suatu ketika semoga apa yang mereka cita-citakan dikabulkan Yang Maha Kuasa Kalau memang jodoh, kita akan bisa bertemu lagi, katanya. Pak Akso sedih namun rela melepaskan dan mendoakan Gerimis nan Indah ini untuk membasahi bumi lainnya yang kekeringan.
HAPPY ENDING
————————— 4 Tahun Kemudian (TAHUN 2007) ——————-

Pada bulan Agustus, angin muson (monsoon) yang membawa uap-uap air dari Samudera Hindia sering menyebabkan hujan di sebagian besar semenanjung India. Begitu juga saat ini, gerimis mulai membasahi lahan di kampus Delhi University. Pak Akso, sekarang 31 tahun, baru satu bulan menginjakkan kaki di kampus ini berkat beasiswa S2 yang berhasil diraihnya. Dia yang dua tahun lalu diangkat menjadi Dosen PNS, sekarang melanjutkan kuliahnya pada Post Graduate di Department of Linguistics, Delhi University, New Delhi, India. Pak Akso berlari-lari kecil menuju gedung perpustakaan agar gerimis tidak terlanjur membasahi dirinya. Karena berlari tergesa-gesa dan pandangannya menunduk ke bawah, tanpa sengaja dia menabrak seorang mahasiswi yang mengenakan payung. Berhamburanlah buku-buku dan tas yang semula berada dalam pegangan mahasiswi itu dan sekarang basah karena jatuh ke aspal yang telah diguyur hujan. Mahasiswi itu mengenakan salwar kameez, seperangkat pakaian tradisional yang biasa di kenakan oleh wanita dan pria di Asia Selatan. Tapi yang sedikit unik, mahasiswi ini juga mengenakan jilbab, dengan lehernya dilingkari dupatta, selendang panjang.

Pak Akso gelagapan dan merasa bersalah, dan segera mengumpulkan kembali buku-buku yang berjatuhan itu seraya sambil minta maaf. Tapi ketika melihat wajah mahasiswi itu, Pak Akso bergeming, dia terpesona bercampur terkejut. Wajah mahasiswi yang berlumuran bulir rinai gerimis itu sangat cantik, lebih dari itu wajah ini membawanya kembali pada kenangan 4 tahun lalu semasa dia menjadi guru SMA di tanah air. Begitu juga halnya Syahda, dia juga terkejut, tidak menyangka bisa ketemu lagi dengan mantan gurunya yang pernah dikasihinya dulu. Syahda (saat ini umur 21 tahun) sedang menyelesaikan tugas akhirnya pada program S1 di jurusan Linguistik, yaitu jurusan yang sama diambil oleh Pak Akso. Dalam keheningan sekejap itu, Pak Akso sempat berucap syukur, gerimis nan indah itu telah turun lagi untuk membasahi jiwanya yang mulai semangat kembali. Mereka membiarkan untuk sementara waktu air hujan membasahi tubuh mereka, sebelum akhirnya mereka berdua masuk ke gedung perpustakaan untuk mulai lagi merajut kisah yang baru.

——– SELESAI ———

sources: http://ruangpena88.wordpress.com/2008/05/25/cara-bikin-novel/

0 komentar:

Posting Komentar