Feeds RSS

Minggu, 26 Agustus 2012

Setetes Kesejukan



Hati ini segersang gurun pasir…
Sangat gersang
Hingga tak menyisakan tempat
Untuk tempat berseminya cinta
Hanya lahan untuk tumbuhnya kaktus berduri
Yang melukai setiap cinta yang mendekat
Hingga cinta itu menjauh pergi
Aku bahagia jika cinta itu menjauh
Aku bahagia hidup seperti ini
Bebas dan lepas
Karena aku tak ingin jatuh lagi
Hanya karena cinta bodoh


a
Efek patah hati adalah hatiku terasa mati. Mati untuk urusan cinta yang hanya bulshit. Cinta yang kata banyak orang berikan bahagia. Namun nyatanya? Banyak yang terluka karena cinta. Banyak kasus bunuh diri juga karena cinta. Banyak kasus pembunuhan juga karena cinta. Karenanya, aku tak mau menjadi satu diantara mereka, orang yang kehilangan akal sehat hanya karena cinta. Maka aku putuskan untuk mengosongkan hati. Mengusir setiap cinta yang datang mendekat. Menutup hati untuk laki-laki manapun yang hanya tawarkan ilusi lewat bualan manisnya.

Jomblo berarti bebas. Hidup bebas seperti ini sangat menyenangkan. Rasanya…sangat bahagia. Bebas sebebas pasir di gurun pasir, terbang bebas tertiup angin. Bebas sebebas burung, bisa terbang kemanapun ia kehendaki. Aku biarkan hati ini kosong tertutup rapat. Hingga tak sisakan celah ruang untuk masuknya virus cinta.

Dan aku berhasil hidup sendiri tanpa kekasih selama dua tahun. Kata orang hidup tanpa kekasih itu sangatlah kesepian, tapi bagiku itu sangat menyenangkan dan aku menikmati kesendirian itu. Namun sekali lagi cinta itu bagai virus. Susah dibasmi. Dia bisa datang kapan saja, menginfeksi hati siapa saja, bahkan hatiku.
a 
Berawal dari sebuah kegiatan organisasi yang akan melakukan kunjungan radio ke Surabaya, mengharuskan aku menempuh perjalanan ke Surabaya untuk mencari lokasi sebuah radio yang dikunjungi. Tentunya aku tidak sendirian, Kak Ardha yang akan menemaniku. Sebenarnya aku sudah mengenal Kak Ardha sejak lama hanya belum terlalu dekat.

Perjalanan panjang yang melelahkan pun kami tempuh. Berboncengan naik sepeda motor dari Malang – Surabaya. Awalnya aku tak ada perasaan apapun, sama sekali tak ada. Aku rasa perjalanan kali ini pun hanya biasa saja.

Tapi entah kenapa aku menikmati kebersamaan ini. Perjalanan panjang yang melelahkan terasa dekat. Mengarungi panasnya Surabaya mencari alamat radio terasa menyejukkan. Saat tersesat kebingungan mencari jalan pulang, aku merasa tenang. Namun, aku segera tersadar. Aku sedang tidak ingin jatuh cinta. Lalu kututup lagi pintu hatiku rapat-rapat, menguncinya dan tak akan membiarkan hati siapa pun mampir.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Detik terus berdenting membunuh waktu. Tiga radio telah kami kunjungi dan akhirnya kami pun harus kembali pulang.

Ada sedikit keinginan untuk sejenak hentikan detik, atau sejenak memperlambat lajunya detik, setidaknya aku bisa merasakan kesejukan ini lebih lama. Aku segera tersadar, apa yang aku pikirkan?

Aku kembali tekankan pada diriku, aku tidak ingin jatuh cinta. Aku masih ingin menikmati kebebasan. Aku tak ingin terbuai ilusi keindahan cinta belaka. Jadi, segera aku kubur kembali bibit cinta yang mulai tumbuh dihatiku, aku tak ingin menyiramnya. Akan ku kuburkan dalam tanah gurun tandus sehingga takkan tumbuh.

Tapi bagaimana jika Tuhan berkata lain?

Di tengah perjalanan pulang, motor yang kami kendarai tiba-tiba mogok di tengah jalan. Di sepanjang jalan raya Pasuruan-Malang. Aku panik, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, sedangkan hari sudah malam, sulit menemukan bengkel, sementara Malang masih jauh.

Kak Ardha segera ambil tindakan, dia memeriksa motor, mengecek mana kira-kira menyebabkan motormogok. Sama sekali tak ada raut kecemasan diwajahnya membuatku merasakan ketenangan. Dia mengotak atik beberapa elemen motor, entah apa, sedangkan aku menunggu.

Menit-menit berlalu, Kak Ardha belum menemukan titik terang, ia pun putus asa.

“Aku nggak tahu motor ini kenapa,” ujar Kak Ardha singkat.

“Terus, sekarang kita harus bagaimana?” tanyaku panik.”Malam-malam mana ada bengkel yang buka?”

“Mungkin mesinnya kepanasan, kita tunggu kira-kira setengah jam dulu, sampai dingin, siapa tahu nanti bisa,” jawab Kak Ardha yang entah kenapa sanggup menenangkan hatiku.

Tak ada yang dapat kami lakukan selain menunggu. Kami duduk berdampingan dalam keremangan di pinggir jalan. Menunggu harap-harap cemas dan hanya melihat setiap kendaraan yang lewat berlalu lalang.

Hening mendominasi, suara mesin-mesin kendaraan menjadi backsound. Duduk berdua dalam keheningan seperti ini, kembali membuat jantungku berdesir tanpa alasan yang jelas. Baru kusadari, lama menyendiri membuat hatiku segersang gurun pasir. Namun, detik ini, saat ini tuk sejenak kurasakan oasis mengalir lirih memberikan sedikit kesejukan pada gersangnya hati ini.

Hatiku berhenti berontak untuk mengusir datangnya cinta. Aku biarkan untuk malam ini saja, hatiku merasakan indahnya jatuh cinta yang sudah lama tak pernah kurasakan. Malam kelam, bulan purnama, langit berbintang, mobil lalu lalang aku nikmati malam itu bersama Kak Ardha.

Menit-menit berlalu, hingga suara Kak Ardha membangunkanku.“Kita cari bengkel saja.”

Aku bangkit berdiri dan mengangguk. Berjalan beriringan mencari bengkel. Dan berharap semoga tak menemukan bengkel, sehingga ku bisa berjalan beriringan seperti ini lebih lama. Namun sayangnya, hanya beberapa langkah saja, kami sudah menemukan bengkel.

Sambil menunggu motor diperbaiki, kami bercerita banyak. Tentang impian dan cita-cita, cerita demi cerita mengalir begitu saja, dan satu hal yang kusadari. Bersama Kak Ardha aku merasakan kenyamanan. Dia bagaikan oasis yang selama ini kurindukan.

Dan waktuku tak banyak, setelah motor selesai diperbaiki, saatnya kami pulang. Aku tak berharap banyak, semuanya hanya cukup sampai disini, cukup hanya malam ini saja aku merasakan kesejukan itu. Sesampainya di Malang, semuanya akan berjalan seperti biasa. Aku akan melupakan rasa ini, karena ternyata dia sudah ada yang memiliki.

Kukira mudah menghapus rasa itu, dan ternyata….

Di saat cinta itu datang mengetuk hatiku
Mulanya ingin ku usir
Tak ingin kupersilahkan masuk
Tapi bodohnya kupersilahkan hati itu memasuki hatiku
Kupersilahkan singgah tuk sejenak memberikan kesejukan
Pada hati yang dilanda sepi
Dan saat aku ingin mengusirnya pergi
Sialnya hatiku sudah terlanjur kau curi...
a tamat a

0 komentar:

Posting Komentar