Feeds RSS

Selasa, 28 Agustus 2012

Ku Ingin Kau Untukku


Argha tak pernah menyadari, kapan rasa itu telah datang? Yang ia tahu hanyalah, rasa bahagia saat melihat senyum manis Pungky, terbayang selalu hangat candanya, serta debaran hati yang kian tak menentu kala dekat dengannya. Tersirat tanya mungkinkah ia untukku?
       Kala Argha merenung, bayangan tentang hari-hari yang sudah ia lalui bersama Pungky kembali terbayang. Masa-masa bercanda bersama, bahkan mengenang hal-hal yang sangat kecil sekalipun. Tak jarang Argha sering terlihat tersenyum sendiri tanpa maksud yang jelas. Apakah ia telah jatuh cinta?

       Dan di saat mata ini terpejam, bayangan gadis yang selalu ia puja tak pernah sekalipun menghilang. Bayangan Pungky selalu hadir menemani tidurnya di setiap malam, dan ketika mata ini terjaga, kebahagiaan terasa. Dimana pun Argha dapat merasakan kehadiran Pungky. Benarkah ia telah jatuh cinta?
       Untuk saat ini, ia masih meragu untuk mengatakan ia telah jatuh cinta. Mungkin ia membutuhkan sedikit waktu lagi untuk memantapkan hati.
☺☺☺
Dengan langkah penuh semangat, Argha memasuki gerbang sekolah. Intinya hanya satu. Ingin segera bertemu dengan Pungky.
       Di sela jam pelajaran, tanpa disadari oleh Argha, matanya tak kunjung berhenti mengamati Pungky. Jika dilihat sekali lagi, tiada keistimewaan tertentu yang menonjol dari Pungky. Dia tidak secantik bidadari yang senantiasa memikat hati lelaki manapun. Ia tak lebih dari seorang gadis biasa, namun dimata Argha, Pungky tetap istimewa. Keceriaan, tawa, serta senyumnya itulah yang membuat Pungky terlihat istimewa di mata Argha.
       Seperti adanya suatu firasat, Pungky merasa ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Ia menengadahkan wajahnya, didapatinya sepasang mata terbelalak, mata milik Argha. Terjadi adu pandang sepersekian detik, sampai akhirnya Argha mengalihkan pandangannya.
       Debaran itu kembali terasa di hati Argha. Bodoh !!! Bodoh !!! kenapa bisa sampai ketahuan? gerutunya dalam hati. Sedangkan di sudut sana, satu senyuman penuh arti tersungging samar.
       Insiden saling pandang saat jam pertama, belum juga membuat Argha jera. Ia masih tetap saja memperhatikan Pungky, setiap gerak-gerik Pungky selalu saja diamatinya. Hal itu membuat Ryan, teman sebangku Argha curiga.
       “Apa yang kamu lihat? Kamu tidak memperhatikanku ya?” Ryan tampak marah, melihat Argha tidak menyimak saat dia bercerita
       Argha terkejut sesaat.” Ya…apa?”
       “Kamu naksir pungky ya? Ku lihat kamu sering sekali memperhatikannya,” tebak Ryan.
       “Nggak…siapa bilang?” Argha mencoba menyangkal. Ia tak ingin orang lain tahu, jika ketahuan, setidaknya jangan sekarang.
       Namun Ryan sama sekali tak percaya dengan penyangkalan Argha.”Kalau memang suka, kenapa tidak kamu katakan saja perasaanmu, sebelum didahului orang lain. Ntar nyesel…” Ryan berucap.
       “Apaan sih? Sok tahu !!!” Argha masih tetap saja menyangkal
☺☺☺
Argha masih memikirkan kata-kata Ryan. Setelah direnungkan ternyata ada benarnya juga. Sebelum Pungky menjadi milik orang lain, mungkin lebih baik ia secepatnya mengungkapkan perasaannya. Masalahnya ada perasaan takut, bingung, ragu, untuk mengungkapkan rasa ini. Bagaimana nantinya jika cintanya bertepuk sebelah tangan? Atau bagaimana nantinya jika ia ditolak? Serba sulit untuk menentukan satu pilihan. Haruskah ia tetap diam atau segera menyatakan perasaannya
       Jika ia memilih untuk tetap diam, selamanya Pungky tak akan pernah tahu bagaimana perasaannya, tapi jika Argha menyatakan perasaannya, ia takut adanya kata penolakan. Walaupun jauh di lubuk hatinya ia ingin Pungky tercipta untuknya.
       Karena tiada seorang pun yang memiliki mata, seteduh mata milik Pungky, tiada seorang pun yang memiliki senyuman, sehangat senyum Pungky. Ia seolah memberi cahaya di setiap langkah kehidupan Argha. Sungguh ia menginginkan Pungky tercipta untuknya, untuk berada di sampingnya dan menemaninya. Namun apa daya hati tak mampu mengungkapkan.
☺☺☺
Hari berganti hari, tiada kemajuan. Argha tetap memuja dalam diam, tanpa ada kemauan untuk mengungkapkan. Semakin lama, rasa di dalam dada semakin tak tertahankan lagi. Ingin sekali ia mengungkapkannya. Akhirnya pertahanan Argha runtuh. Siang itu juga ia memutuskan untuk mengatakannya kepada Pungky. Sekarang atau selamanya akan terpendam?
       Tak ia pedulikan lagi jika nantinya ditolak. Yang terpenting sekarang, kemauan untuk mencoba. Semoga saja berhasil.
       Akhirnya siang itu juga Argha dan Pungky duduk berdampingan di salah satu bangku taman. Firasat Pungky mengatakan akan ada sesuatu yang terjadi, dan benar sekali dugaannya. Ia baru saja mendengar hal yang sama sekali di luar dugaan.
       “Tadinya aku ragu apakah perasaan ini nyata ataukah hanya sesaat. Lama aku merenungi, dan akhirnya ku tahu satu jawaban. Kamu memang yang ku inginkan…,” Argha menggantung suaranya.
       Dahi Pungky bertaut tak mengerti.”HAH…?” tanyanya tak mengerti.
       Argha menarik nafas panjang, mengatur detak jantung yang semakin berdebar liar.“Ku ingin kau untukku, menemani hari-hariku, dan aku ingin menjadi tempatmu bersandar. Kamu mau jadi pa…car…ku…,” suara Argha sedikit tercekat, tak mampu mempertahankan kegugupan.
       Jantung Pungky seakan berhenti berdetak, tak tahu harus menjawab apa?
       Akhirnya rasa itu terungkapkan. Dengan perasaan penuh debar Argha menanti jawaban.
       “Bagaimana?” tegas Argha.
       Pungky menggigit bagian bawah bibir. Masih tampak berpikir.”Apa aku boleh meminta sedikit waktu, aku masih ragu…,” pinta Pungky memohon.
       “Berapa hari?” Tanya Argha.
       Pungky menunjukkan angka tiga dengan jarinya, di iringi sebuah senyuman.
       Dengan berat hati Argha menyetujui, senyum Pungky itulah yang membuatnya lemah tak mampu menolak. Walaupun tiga hari bukanlah waktu yang terlalu lama, namun untuk menunggu, tiga hari bagai tiga abad lamanya.
☺☺☺
Akhirnya waktu tiga hari itu berlalu, kinilah saatnya Pungky akan menjawab semuanya. Mereka kembali duduk berdampingan di salah satu bangku taman.
       “Bagaimana?” Argha menatap Pungky penuh harap.
       Pungky menghela nafas panjang.” Sepertinya aku tak bisa menjadikanmu tempat sandaran….,” ujarnya lirih.
       Tersirat kekecewaan di wajah Argha.”Kenapa?” tanyanya meminta penjelasan.
       “Karena kamu bukan kursi….” Jawab Pungky diselingi tawa.
       Arga tersenyum tipis.”Jadi….?”
       Pungky mengangguk. Ia menerima. Akhirnya …kelegaan terasa.
       Tiada kata untuk menggambarkan perasaan yang kini dirasakan Argha, selain BAHAGIA.
       Ternyata dia bukan hanya inginku, tapi memang untukku, batin Argha berucap.

☺Tamat☺

This one was written by me for my friend's task.
                                                                                              

1 komentar:

cici mengatakan...

Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny

Posting Komentar